nama : sharfina meizaningrum
kelas : 2eb23
npm : 26211727
A.
Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP)
dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan
untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara
persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat
kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan
PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di
Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2
Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi
Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola
SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan
Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga
sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan
sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada
PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling
lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil)
perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT
SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No.
40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya
tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi,
Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan
demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan
menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah
membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk
menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan
kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat
sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap
seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar
US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP. Meski kian hari
jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus
bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Pengelola
SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak
pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu,
pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
B.
Konsep Hukum Perdata Tentang Perikatan (Perjanjian)
1. Macam-macam
Perikatan
Berdasarkan KHU Perdata, macam-macam perikatan
diuraikan sebagai berikut :
1. Perikatan Bersyarat
Suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari yang
masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Sehingga perjanjian seperti
ini akan terjadi jika syarat-syarat yang ditentukan itu terjadi.
2.
Perikatan dengan ketetapan waktu
Suatu perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan
sampai pada waktu yang ditentukan. Sehingga segala kewajiban oleh pihak
yang terikat tidak dapat ditagih sebelum waktu yang diperjanjikan itu
tiba.
3.
Perikatan Alternatif
Suatu perikatan yang mana debitor dalam memenuhi
kewajibannyadapat memilih salah satu diantara yang telah ditentukan.
4. Perikatan Tanggung-menanggung
Dimana
beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan
dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya.
5.
Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Suatu
perikatan dimana setiap debitor hanya bertanggungjawab sebesar
bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya.
6.
Perikatan dengan ancaman hukuman
Suatu perikatan dimana seseorang untuk jaminan
pelaksanaan diwajibkan melakukan sesuatu jika perikatan itu tidak
dipenuhi.
2.
Berakhirnya Perikatan
Undang-undang menyebutkan ada sepuluh macam cara
terhapusnya perikatan, yaitu antara lain :
Karena
pembayaran, pembaharuan hutang, penawaran pembayaran tunai, diikuti
oleh penitipan, kompensasi atau perjumpaan hutang, percampuran hutang,
pembebasan hutang, hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian,
pembatalan perjanjian, akibat berlakunya syarat pembatalan dan sudah
lewat waktu.
3.
Sistem pengaturan hukum perikatan
Sistem pengaturan hukum perikatan adalah bersifat
terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian,
baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam UU. Hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 yang
berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari ketentuan pasal ini
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menemukan isi
perjanjian dan bebas menetukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun
tidak tertulis.
Dalam menentukan suatu perikatan, maka tidak boleh
melakukan perbuatan yang melawan hukum. Sebagaimana dalam H.R. 1919 yang
mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai berikut :
1.
Melanggar hak orang lain
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku
yang dirumuskan dalam UU
3. Bertentangan dengan kesusilaan
4.
Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat,
aturan kecermatan ini menyangkut aturan-aturan yang mencegah orang lain
terjerumus dalam bahaya dan aturan-aturan yang melarang merugikan orang
lain ketika hendak menyelenggarakan kepentinagn sendiri.
C.
Analisis kasus
Setelah
pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk
meramaikan sekaligus berjualan di komplek pertokoan di pusat kota
Surabaya, maka secara tidak langsung PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP)
telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Tarmin Kusno yang dibuktikan
dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris. Maka
berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan
kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno mempunyai
keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi
perjanjian.
Perjanjian
tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena
perjanjian yang telah dilakukan oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut
dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 1320 BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
hal tertentu;
4. Suatu
sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah adanta
kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada
paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh
pihak PT SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun
pada kenyataannya, Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya
untuk membayar semua kewajibannya kepada PT SDP, dia tidak pernah peduli
walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap
berisi keras untuk tidak membayarnya. Maka dari sini Tarmin Kusno bisa
dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan
alasan inilah pihak PT SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture
secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya.
Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan
Pihak PT SDP bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan
bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan
penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan
perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk
menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si
berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi
dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT SDP bisa menuntut
kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat
dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya
Delta Plaza.sumber : http://sahalotreh.blogspot.com/2012/04/tulisan-3-contoh-kasus-hukum-perikatan.html